Senin, 13 Mei 2019

Menulis, Memberdayakan Perempuan dari dalam Rumah

 



1. Athiah, Depok:   

Saya  tertarik dengan penamaan ibu jerapah, apakah penamaan tersebut disengaja sebagai bagian dari marketing? Atau ada cerita disebaliknya? 

Saya tertarik dengan aktivitas Mba Dece terkait Read Aloud, karena meski awalnya saya tidak paham, ternyata selama ini saya sudah menjalankannya untuk anak anak saya di rumah. 

Apakah Mba Dece ada aktivitas khusus terkait pengenalan read aloud kepada masyarakat Bandung?

1. Halo, Mbak Athiah di Depok!


Iya, Mbak, tentunya ada cerita ya di balik nama ini. Hihi.. Dan ternyata nama ini juga mudah diingat orang dan biasanya orang-orang yang baru kenal malah nggak tahu nama asli saya dan lebih akrab dengan Ibu Jerapah..

Aktivitas khusus belum ada, Mbak, tapi saya berusaha menyebarkan virus read aloud ini dengan mengadakan kulwap atau menjadi narasumber di komunitas-komunitas baik online maupun offline..


2. Lia Bunda Wafa, Tangerang: "Ngeblog itu banyak positifnya, tapi ada juga negatifnya :
◎Menyinggung pihak lain
◎Jarang bersosialisasi dengan dunia nyata
◎FoMO (Fear of Missing Out)

👆ini yang menjadi salahsatu momok yang sering kepikiran saat menulis, apalagi di medsos yah, trus baiknya kita gimana dalam menyikapi ini. Di satu sisi kita ingin tulisan kita bermakna dan bermanfaat juga"

 2. Halo, Mbak Lia

Saya memahami betul perasaan Mbak Lia, galau antara ingin menulis sesuatu yang bermanfaat tapi takut dengan efek buruknya.
Menurut pengalaman pribadi, hal pertama yang biasanya saya lakukan adalah menyadari terlebih dahulu bahwa tidak semua yang kita tulis harus dipublikasikan.  Artinya, bisa saja kita mencurahkan opini atau perasaan mengganjal kita tentang sesuatu namun untuk dikonsumsi sendiri. Tujuannya untuk apa? Ya hanya untuk mengeluarkan emosi negatif yang kita rasakan, setelah itu biasanya lebih plong.

Namun, ketika memutuskan untuk menulis di medsos, kita pun harus sadar bahwa menulis di medsos sama dengan menulis untuk semua orang.
Jika niat kita memang untuk berbagi tulisan yang bermanfaat dan bermakna, maka tak ada salahnya jika membagikan pemikiran kita di medsos sambil tentunya tetap memperhatikan kaidah-kaidah penulisan di medsos sehingga tidak ada yang dirugikan dengan adanya tulisan kita.

Wallahu a’lam bishawab..

Semoga bisa sedikit menjawab, yaa..

3. Gitaria Eka, Tangsel: 

1. Bagaimana cara menghilangkan perasaan merasa harus punya gelar tertentu saat menulis. 

Contoh; saya suka menulis tentang family financial planning, tapi kadang terbentur dengan perasaan tsb jadi belum berani untuk eksplor detail.

2. Seberapa efektif free writing dalam mempengaruhi proses pembelajaran menulis & apakah FW lebih kearah self healing kita sebagai penulis karena (tolong koreksi jika salah) tidak untuk dipublikasikan

Makasih jawabannya

3. Salam kenal, Mbak Gitaria..

1. Saya menjawab berdasarkan pengalaman pribadi saya, ya, Mbak..
Saya juga suka sekali menulis tentang ASI dan menyusui, padahal saya belum memiliki kompetensi sebagai Konselor Menyusui yang mana harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan 40 jam dari WHO.
Lalu, bagaimana saya menulis artikel-artikel menyusui tersebut?
Yang pertama, saya selalu menulis apa yang pernah saya alami, sehingga sifatnya kita berbagi pengalaman kepada pembaca.
Kedua, saya berusaha melengkapi artikel saya dengan sumber-sumber yang valid seperti mencantumkan informasi dari tulisan para Konselor Menyusui (baik nasional maupun internasional), keterangan dari web-web kesehatan pemerintah, jurnal penelitian dan lain sebagainya. Dengan kedua hal tersebut, yaitu pengalaman dan sumber valid, bisa menjadi bekal utama saat menulis artikel.
Beberapa contoh artikel yang pernah saya buat dapat dilihat di sini: 

http://www.ibujerapah.com/search/label/Seputar%20Menyusui

2. Mengenai FW ini, kebetulan komunitas #ODOPfor99Days berkesempatan untuk belajar langsung dari Pak Hernowo melalui Kulwap.
Dan, qadarullah, kemarin Pak Hernowo telah berpulang ke Rahmatullah, sehingga dalam kesempatan ini saya mohon doanya dari teman-teman semua, yaa..

Kembali lagi ke FW, informasi lengkap tentang FW bisa teman-teman baca di bukunya Free Writing karya Hernowo Hasim atau membaca resume Kulwapnya di: 


https://www.ibuprofesional.com/blog/jumatkulwapodop-bersama-hernowo-hasim

Insya Allah pertanyaan Mbak Gitaria bisa terjawab di link tersebut. Selamat belajar!

4. yosi ayu aulia, luar negri non asia: assalamualaikum teh dc.. mohon maaf saya mau tanya, biasanya teteh meluangkan waktu menulis setiap hari apa atau jam brp? bagaimana teteh meluangkan waktu di tengah kesibukan sebagai ibu dan dengan amanah yg banyak,,? terima kasih banyak atas kesempatannya

4. Waalaikumussalam, Mbak Yosi.

Seperti stay at home mom lainnya, kesibukan saya hanya sekitaran perintilan domestik dan mengasuh serta mendidik anak. Jadi, bisa dikatakan nggak terlalu sibuk sih, Mbak. Hihi..

Bagi saya, menulis dan membaca sudah menjadi sebuah kebutuhan yang jika sehari saja skip, rasanya kok seperti ada yang kurang, ya. Hehe..

Di hari-hari biasa, saya merutinkan menulis di dua waktu: selepas anak tidur malam dan sebelum Salat Subuh.
Di Ramadan ini, jadwal menulisnya mengalami pengurangan karena  disesuaikan dengan waktu beribadah, jadi hanya terbatas setelah Salat Subuh saja. Itupun maksimal hanya 1 jam, karena harus domestikan yaa pastinya. Hihi..

5. Hani Dwi, Yogyakarta: "Dalam konsep 1-10-7-4, yang dimaksud 4 model itu seperti apa?
Expressive writing apa memang difokuskan utk kisah2 dramatis?
Terima kasih"


Salam kenal, Mbak Hani! :)
1. Empat model yang dimaksud Pak Hernowo adalah empat jenis free writing yang dilakukan selama empat pekan, yaitu: minggu 1 untuk menulis bebas, minggu 2 untuk menulis setelah sebelumnya membaca sedikit, minggu 3 untuk selang-seling kegiatan minggu 1 dan 2, dan terakhir minggu 4 adalah kegiatan free writing untuk menyiapkan naskah untuk dibaca umum.


2. Expressive writing bukan untuk kisah-kisah dramatis, tapi untuk menuliskan hal-hal yang membuat kita tidak nyaman, ya, Mbak.. :)



6. Nimas Zahrotul A., Surabaya Raya: 

1. Dalam expressive writing td disebutkan bahwa kita lebih baik menghentikan menulis atau cari topik lain ketika kita sedang dalam kemarahan. Mengapa kita tidak diperbolehkan menulis disaat marah?

2. Bagaimana membuat bobot mutu isi tulisan menjadi menarik sehingga bisa menarik banyak pembaca dan memperluas manfaatnya?

Terima Kasih Teh


Halo, Mbak Nimas.. :)
1. Saya ralat sedikit ya, Mbak.
Perhatian: jika kita merasakan kemarahan yang luar biasa ekstrim ketika menulis, segera hentikan aktivitas menulis atau segera berpindah ke topik yang lain.
Di sini tertulis jika merasakan kemarahan yang luar biasa ekstrim, dalam artian kemarahan tersebut tidak wajar dan dirasa dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Dalam konteks menyelami emosi-emosi terdalam, hal-hal seperti ini mungkin saja terjadi. Jika didampingi terapis, kemarahan tersebut mungkin masih bisa dikendalikan ya, Mbak. Namun ketika kita melakukan expressive writing seorang diri, hal tersebut bisa berbahaya bagi diri kita atau orang lain.
Wallahu a’lam bishawab..


2. Untuk meningkatkan mutu tulisan, ada dua langkah yang bisa dilakukan: banyak membaca dan banyak menulis.
Membaca adalah bahan bakar menulis. Maka, jika kita merasa tulisan kita kurang berbobot atau menarik, bisa jadi itu pertanda bahwa kita sedang kurang membaca.
Banyak menulis, latihan, latihan dan latihan. Dengan banyak menulis, lama-lama kita akan tahu bagian mana dari tulisan kita yang harus diperbaiki, sehingga mutu tulisan pun meningkat. Selamat mencoba! :)


7. Kalau sering latihan dn membaca....tp ilmu d dunia tulis mnulis ga seimbang...
Bs bikin tulisan yg brkualitas ga mba??

Menurut saya, bisa banget, Mbak! Berbekal banyak membaca dan menulis bisa membuat tulisan kita berkualitas. Dengan catatan, semua butuh waktu ya, Mbak. Apalagi menulis itu bisa karena biasa, semakin dilatih, semakin biasa menulis, semakin baik tulisannya, insya Allah.. :)


8. Teh dc, Punten mau tanya.
Salah satu bekal untuk terampil menulis adalah membaca.
Adakah strategi khusus yang teh dc terapkan saat membaca?
Misal ilmu membaca cepat, membaca kilat

Kemarin saya lihat event membaca itu nikmat di RB literasi bandung. Bisakah teteh berbagi hasil belajarnya seperti apa?

Haturnuhun


Halooo, Mbak Erie.. :) Iya, Mbak. Setelah mengikuti Workshop Membaca Itu Nikmat dan mendapatkan teknik membaca cepat, saya baru sadar ternyata yang saya lakukan selama ini sudah termasuk membaca cepat dan memang kemampuan membaca kita akan terus berkembang seiring dengan kuantitas kita membaca. Semakin sering membaca, semakin meningkat kemampuan membaca, semakin banyak yang kita tahu. 

Dari workshop kemarin, Pak Adji (narasumber), berusaha membongkar salah paham masyarakat tentang membaca dan menantang peserta untuk bisa mengkhatamkan satu buku selama satu minggu.


Sedikit oleh-oleh dari workshop kemarin: http://www.ibujerapah.com/2018/03/membaca-itu-nikmat.html


9. Teh desi, kaidah penulisan di medsos apa sajakah teh?

Kaidah penulisan di medsos pastinya yang berhubungan dengan kenyamanan pengguna medsos lainnya ya, Mbak.. :) Tapi sebagai Muslim, kita diamanahi agar menjadi orang-orang yang tidak melukai orang lain dengan lisan dan perbuatan kita. Mungkin dari situ bisa jadi pedoman ya, Mbak :)


Penutup dari Mbak DC:



Seperti bejana diisi air, air tidak akan sampai ke bawah jika bejana-bejana di atasnya tidak terisi penuh. Sama halnya dengan menulis. Rasanya menulis akan menjadi kegiatan yang berat dan membebankan jika bejana membaca kita tidak terisi penuh. Maka, ayo membaca agar tulisan kita lebih bermakna.. :)


Perempuan, siapapun, dimanapun, bisa menulis. Tak peduli apa status kita, jabatan kita, pekerjaan kita, pendidikan  kita, kita bisa menulis. Kita semua bisa menulis. Kita semua adalah penulis. Menulislah untuk berbagi. Niatkan agar tulisan kita bisa menjadi penguat bagi perempuan lain. Bisa menjadi tabungan pahala untuk Hari Akhir nanti.

Kita, perempuan, harus saling menguatkan, karena kita begitu berharga. Dan kalau bukan kita yang saling menguatkan, lalu siapa lagi yang akan mengerti apa yang kita rasakan?

Dengan menulis, perempuan bisa merasa berdaya. Perempuan bisa merasa dirinya ADA. Dengan menulis, kita bisa membuktikan pada seluruh dunia bahwa suara perempuan pun layak didengar dan bermakna.

Setiap kita memiliki pengalaman hidup masing-masing dan pengalaman itulah yang sangat berharga. Setiap hari, masing-masing kita memiliki petualangan seru bersama keluarga, teman dan kerabat. Dan yakinlah bahwa petualangan kita akan menjadi inspirasi bagi perempuan-perempuan lain.

Tidak usah ragu ketika kamu merasa tulisanmu buruk. Teruslah menulis, karena seburuk apapun tulisanmu, tulisan itu pasti memiliki rasa. Rasa yang keluar bersama hatimu yang ikut menulis.

Dan yang harus kita tahu, tidak semua tulisan wajib kita publikasikan. Menulislah untuk kesehatan jiwamu. Menulislah untuk kebahagiaanmu. Jangan terlalu fokus pada apa yang orang lain pikirkan jika kamu menulis A, B, C atau D. Menulislah, menulislah. Dan buang atau bakar kertasmu jika kamu merasa nyaman dengan itu. Tak semua buah pikirmu harus menjadi konsumsi publik. Menulislah, menulislah untuk bahagia.

Perempuan, siapapun kita, di manapun kita berada, menulislah untuk memberdayakan dirimu sendiri. Perempuan yang berdaya akan memiliki jiwa-jiwa yang kuat. Dan keluarga kita membutuhkan sosok perempuan berjiwa kuat untuk menjadi istri saleha dan ibu pendidik. Suamimu membutuhkan pelukan yang bisa menguatkannya saat badai menerpa dan anak-anakmu memerlukan tempat pulang setelah mereka diperjalankan ke seluruh penjuru semesta.

Perempuan, jadilah berdaya. Berdirilah di atas kakimu sendiri karena dengan itu kita bisa memiliki kepercayaan diri untuk bersuara.

Perempuan, yakinlah, ketika kita berdaya, kita akan menjadi manusia kuat yang bisa menguatkan orang lain. Kita bisa menjadi istri dan ibu yang kuat dan bisa menjadi rumah bagi keluarga kita.

Menulislah, menulislah untuk berdaya. Maka kelak, ketika kau memutuskan untuk kembali ke rumah untuk mengurus rumah tanggamu, kau akan menemukan bahwa menulis adalah senjatamu untuk berdaya. Menulis bisa menjadi alatmu untuk senantiasa berdiri di kakimu sendiri.

Perempuan, angkat penamu dan mari mulai menulis. Menulis apapun, mulailah dari hal-hal yang paling kau senangi.

Salam literasi,
Salam penuh cinta,
Dece
Si Ibu Jerapah


Izin copas dari tulisan di blog, hihi.. 


http://www.ibujerapah.com/2018/05/menulis-untuk-berdaya.html



Moderator: Nika Yunitri
Notulen: Dania 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Renungan untuk Guru Rumah

Renungan untuk Guru Rumah Pemaparan Dari Miss Rina Mari kita mengenal para Ummahatul mukminin 1. Asiyah istri Firaun 2. Khadijah Binti Khuwa...