Materi Kulwap bersama Bapak Dodik Mariyanto
Hmm darimana sebaiknya kita mulai.....?
Sebenarnya kaidahnya sederhana --saya yakin kita semua tahu-- yaitu bahwa “Dalam satu kapal hanya ada satu dan hanya satu nakhoda.” Ini de jure dan de facto ya.
Nah sekarang ditengok dulu, ada berapa nakhoda di keluarga Anda?
Bisa menyebutkan namanya dengan jelas?
Diterima dan diakui?
Kalau dalam tahap satu ini saja Anda grothal-grathul melewatinya dan tidak bisa menjawab dengan hati lapang dan penuh sukacita, maka tahap selanjutnya akan lebih sulit melaluinya.
Tugas nakhoda saya tidak akan bahas, itu ada dalam materi leadership.
Bahasan kita malam ini adalah tentang followership, apa dan bagaimana menjadi follower yang baik.
Followership diawali dengan PENERIMAAN tanpa syarat atas kepemimpinan dari nakhoda.
Penerimaan atas apa?
1. Bahwa nakhoda akan membawa ke tujuan yang benar dan melalui jalan terbaik.
2. Yakin dengan kualitas kepemimpinan dari nakhoda, bukan berarti sempurna melainkan mampu untuk membawa bahtera menuju tujuan dengan selamat dan bahagia.
Tugas follower sederhana:
1. Taat sepenuhnya dalam tahap pelaksanaan
2. Memberikan pandangan, gagasan dan pertimbangan dalam tahap perencanaan atau perumusan tindakan/ keputusan.
3. Menerima tanggung jawab yang diberikan oleh nakhoda dengan sepenuhnya dan menjalankannya dengan sebaik-baiknya.
4. Memberikan feedback yang jelas kepada nakhoda atas pencapaian atau jalannya aktivitas/ keputusan (agar nakhoda dapat mengambil keputusan berikutnya yang tepat).
5. Menjaga suasana bahagia dalam beraktivitas, bekerjasama dengan baik dengan setiap anggota keluarga yang lainnya.
Sebagaimana halnya dengan leadership, followership juga dapat dipelajari, dilatih dan ditingkatkan.
Prasayarat bagi followership adalah sama dengan leadership yaitu (sekali lagi) PENERIMAAN.
Semoga ijab-qobul Anda dulu memberikan dasar yang kuat dan jelas tentang hal ini.
Pertanyaan 1:
*Feni, Karawang*
1. Adakah tips-tips untuk menjaga atau menciptakan suasana bahagia di keluarga walaupun ditengah badai yang menerjang?
▪︎ Jawaban:
Bunda Feni, Pertama, (bila sesuatu itu memang tak bisa dihindari) hadapi, dan TERIMA.
Kemudian, NGOBROL (dengan pasangan, atau bila perlu sekeluarga). Sesuatu itu bisa lebih ringan bila diobrolkan, dan punya kemungkinan selesai dan mendapat solusi. Bila didiamkan atau diam2an sudah pasti tidak selesai.
FOKUS pada (menemukan) SOLUSI, bukan masalah.
Bila memang tak mampu diselesaikan sendiri, jangan malu dan ragu untuk meminta bantuan pihak lain yang dipercaya. Pantang untuk mengumbarnya di sosmed maupun di sumur umum.
Pertanyaan 2:
*Lilis, Depok*
2. Bagaimana ya melapangkan hati atas hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan kita kepada pasangan?
▪︎ Jawaban:
Bunda Lilis, pertama, Belajar MENERIMA.
Kemudian, obrolkan hal-hal yang tidak sesuai harapan itu dengan terbuka. Cari solusi/ kesepakatannya.
Bila diperlukan, mintalah bantuan pihak lain yang dihormati kedua belah pihak dan patuhi nasihatnya.
Pertanyaan 3:
Oke, lanjut no. 3 ya, nah, ini banyak banget yang tanya hampir mirip nih, jadi aku gabung ya...
*Nina, Depok*
3. Suami tipe yang inginnya istrinya nurut manut apapun permintaan suami dan perkataan suami. Ada hal yang bisa saya terima tapi jikalau ada hal yang mengganjal saya juga ingin memberikan suara. Bagaimana agar saya bisa mengeluarkan uneg-uneg saya tanpa harus membuat suami kecewa?
*Pretty, Batam* _(hampir sama)_
💠Bagaimana cara menyampaikan pandangan, gagasan dan pertimbangan dalam tahap perencanaan atau perumusan keputusan yg baik, benar dan sopan kepada nahkoda? Apalagi ketika terjadi perbedaan pendapat.
*Ika, Jakarta* _(hampir sama)_
💠Bagaimana caranya bisa menerima semua keputusan sang nahkoda kalau kita sudah tahu bahwa jalannya salah? Sementara Sang nahkoda tetap mau melalui jalan tsb. Bagaimana caranya kita usul belok ke jalur lain tanpa banyak perdebatan?
*Aisha Kania, Karawang* _(hampir sama)_
💠1. Bagaimana jika kita sebagai follower mengetahui jika nahkoda kita mengarahkan kita ke jalan yang salah? Apakah tetap mengikuti ataukah ikut membenarkan? Jika ikut membenarkan, bagaimana cara membenarkannya jika nahkoda kita adalah orang yang sulit untuk diberikan penjelasan dan pemahaman (keras kepala)?
2. Bagaimana cara yang paling baik untuk mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap perilaku atau apapun yang nahkoda lakukan?
▪︎ Jawaban:
1️⃣ Bunda Nina,
Ya keluarkan saja. Bila suami kecewa, tanyakan 'apa yang membuatnya kecewa?' Lalu cari solusi/ kesepakatan bersama.
Bila tak pernah dikeluarkan, bagaimana akan bisa dicari solusinya?
2️⃣ Bunda Pretty,
Lakukan dalam suasana yang santai, dalam suasana yang senang pada semua pihak, dan gunakan bahasa yang dipahami dan disukai pihak lainnya.
Gunakan pilihan kata yang jelas dengan cara menyampaikan yang baik dan santu, intonasi tetap rendah dan pelahan (tidak terlalu cepat). Itu menunjukkan Bunda tidak sedang melakukan 'serangan' hehee
Fokus pada solusi atas persoalan, dan bukan menyerang sifat/ perilaku pasangan.
3️⃣ Bunda Ika,
Apakah indikator sesuatu itu salah dan benar sudah dibicarakan berdua? Kalau belum bicarakan dulu dan ambil kesepakatannya, setelah itu kita akan mudah membicarakannya tanpa harus berdebat. Ini namanya menyamakan frame of reference.
4️⃣ Bunda Aisha,
kuncinya adalah pakai mantra Ibu Profesional main bareng, ngobrol bareng, beraktivitas bareng.
Pertanyaan 4:
*Qiqi dhani, Solo*
Jika nahkoda memiliki keputusan A, sedangkan follower memiliki pendapat B yg dirasa lebih baik dan lbih efisien. Namun ketika nahkoda tidak mau menerima dan ttp mnjalankan keputusan A, follower akhirnya taat. Namun setelah dilakukan dan trnyta keputusan B memang yg lbih baik. Follower akhirnya berkata "Nah, apa aku bilang, coba ikuti aku tadi. Gak kaya gtu hasilnya" Follower walaupun berusaha legowo tapi tetap nyesek. 😅😅
Bagaimana pendapat anda pak?
▪︎ Jawaban:
Bunda Qiqi Dhani, bila memang berbeda pendapat diskusikan dengan tuntas. Keputusan yang diambil mesti hasil yang disepakati dan dinilai yang terbaik.
Bila keputusan sudah diambil setiap pihak wajib taat, tidak terkecuali.
Setiap keputusan pasti ada konsekuensinya, dan apapun itu mesti diterima. Pantang untuk mencela keputusan, mengungkit2 kesalahan (bahasa Jawanya terasa lebih tepat: ngundhat-undhat).
Bila hasilnya tidak sesuai harapan, diskusikan lagi lalu diambil keputusan/kesepakatan baru.
Begitu seterusnya.
Pertanyaan 5:
Sip, nomor 5 ya.. Ini juga saya gabung karena hampir sama, tapi tidak sebanyak nomor 3 pak ..
*Eka, Surakarta Jawa Tengah*
Suami saya bukan tipe org yg bs memutuskan hal dg cepat, selalu saja mengembalikan pengambilan keputusan kpd sy. Secara tdk lgsg beliau sll mengatakan "sak sak'e" dlm bhs indonesia mksdnya terserah.
Nah, sy sbg istri ingin skali bisa mjd follower yg baik, tp bagaiman cara ny agar nahkoda tetap ditangan suami sy? Sedangkan beliau trll jarang utk memutuskan sesuai keinginannya dan jarang sekali membuat keputusan yg konsisten utk keluarga. Kembali lg sll sy yg harus memutuskan segala sesuatunya.
*Ummi kenna, Batam* _(hampir sama)_
💠Bagaimana caranya menumbuhkan rasa kepercayaan terhadap suami dalam memimpin rumah tangga? Ibarat nakhoda tidak tau cara membawa kapal dan tidak tahu arah tujuannya kemana, sehingga kita yg penumpang nya merasa khawatir akan tenggelam atau berlabuh ke tujuan yang salah
▪︎ Jawaban:
1️⃣ Bunda Eka,
bila suami sudah menyerahkan kepada Bunda untuk mengambil keputusan, TERIMA DENGAN SUKACITA.
Catatan: suami juga mesti taat dengan keputusannya itu dan tidak menyalahkan hasilnya.
Bila itu diterima, selesai.
Tidak perlu banyak menuntut suami mesti begini atau begitu. Santai saja, dan tetaplah berbahagia.
2️⃣ Ummi Kenna,
Percaya diri pada laki-laki itu muncul apabila diberikan porsi kemandirian dan kebebasan dalam memilih. Tidak selalu didikte dan diwejangi. Maka mulailah dari memantik satu hal yang suami anda sangat menguasai, apresiasi, dan berikan kepercayaan lagi. Lama kelamaan akan memicu ketrampilan lainnya yang akan berpengaruh pada ketrampilannya memimpin rumah tangga.
Pertanyaan 6:
*Enggar, Malang*
Bagaimana jika hidup dengan nenek mertua (ibu dari Ibu mertua), sehingga banyak hal yang kadang tidak sependapat bahkan jg bertentangan dengan saya dan suami yang kadang membuat tidak nyaman berada dirumah, kadang saya sebagai istri ingin sekali kontrak rumah sendiri sehingga nahkoda kapal kami hanya ada 1 saja yaitu suami, saya ingin menyenangkan nenek dari suami tp selama ini apapun yang saya lakukan tidak pernah benar dan selalu salah, dan akhirnya saya sering melampiaskan emosi pada suami, trus juga dalam pengasuhan anak kami sering terjadi pengasuhan ganda artinya ketika kami orang tua melarang anak justru nenek membela dan malah kami yg disalahkan, misalnya dalam hal jajan, kami membatasi anak untuk jajan seperlunya saja, tp sama neneknya selalu diajak beli jajanan yg berlebihan, apa yg harus saya lakukan sebagai seorang istri dan jg ibu dari anak2 saya?
▪︎ Jawaban:
Bunda Enggar, saya dan bunda Septi dulu punya prinsip, di saat kami lemah, dan orangtua kami kuat baik secara fisik maupun materi maka kami harus menjauh dari mereka, agar kami makin menguat dengan segala terpaan dan cobaan.
Ketika orangtua mulai melemah baik secara fisik dan materi, sedangkan kami berdua semakin kuat, maka kami harus mendekat untuk menemani mereka bahagia di usia senja.
Maka obrolkan dengan suami baik-baik hal ini, kemudian ambil kesepakatan. Setelah itu terima konsekuensinya.
Apabila ternyata tidak bisa menjauh, maka kuatkan tim inti bunda, sehingga tetap kuat menerima segala macam pengaruh dari luar hatta itu orangtua/eyang kita
Hadapi dengan senyum saja, dan jangan sampai durhaka.
Pertanyaan 7:
*Fitri, Jakarta*
Salam pak Dodik, semoga bapak sehat2 sekeluarga. Terimakasih utk materinya yg bikin maknyes utk saya pribadi yg sdg belajar utk jd follower suami dgn ikhlas dan sabar .
1) Saya mau menanyakan terkait poin no 4 ttg memberi feedback yg jelas kepada nakhoda. Feedback yg dimaksud itu seperti apa ya bapak? Apakah terkait pelaporan kepada nakhoda atas pencapaian/jalannya aktivitas atau keputusan yang kita jalankan sesuai perintah beliau?
2) Bagaimana istri harus bersikap jika nakhoda memiliki karakter lamban dan kurang tegas dalam mengambil keputusan? Bagaimana agar istri bisa tetap ikhlas dalam menerima kondisi tsb, dan bisakah istri melakukan usaha atau berikhtiar untuk "melatih" nakhoda agar memiliki leadership seperti yg seharusnya?
▪︎ Jawaban:
Bunda Fitri,
1) Feedback disini adalah bunda memperbanyak ngobrol bareng suami terhadap pencapaian/jalannya aktivitas yang sudah "bunda dan suami" putuskan bersama, agar suami sebagai nahkoda bisa merencanakan strategi berikutnya.
2) Karakter itu ada dua macam, moral character dan performance character. Pasangan sebagai tim itu harus memiliki moral karakter yang sama. Sedangkan performance karakter boleh berbeda, bahkan cenderung berbeda sehingga bisa komplemen.
Lihatlah lebih cermat, suami anda pasti bukan lamban melainkan teliti dan berhati-hati dalam mengambil keputusan, bahasa bakatnya adalah "deliberative".
Orang awam akan melihat ini sebagai " lamban", maka agar makin ikhlas menerima performance character suami, pahami dan terima, kemudian komplemenkan dengan performance character anda.
Tidak perlu "melatih", laki-laki itu gengsi kalau dilatih istrinya.
Pertanyaan 8:
*Umi Maryama, Purwokerto*
1. Bagaimana mengetahui dan memancing pendapat suami mengenai visi misi keluarga secara rinci, jika beliau mengatakan belum dapat menemukannya?
2. Jika follower mengharapkan leader meluangkan waktu lebih untuk mendidik follower yaitu anak dan istri, bagaimana cara menyampaikannya bila beliau sibuk bekerja?
▪︎ Jawaban:
Ummi Maryama,
1) Visi misi keluarga itu dibicarakan bersama antara istri dan suami. Bukan menjadi beban suami saja. Jadi perbanyak ngobrol dengan suami. JANGAN MENUNTUT
2. Cari waktu dan aktivitas yang sama-sama disukai, kemudian sampaikan ke leader tentang hal yang diinginkan follower.
Pertanyaan 9:
*Muji, Jakarta*
1. Bagaimana cara menyiasati konflik sbg follower ketika melihat keputusan dan tindakan nahkoda tidak sesuai dengan jalan pemikiran follower? Dengan follower tetap harus bersikap hormat dan tidak melakukan tindakan yang dapat menurunkan kemuliaan sang nahkoda?
2. Bolehkan untuk hal-hal tertentu nahkoda dipegang oleh orang yang berbeda. contoh untuk urusan sekolah dan program sekolah nahkoda dipegang oleh Ibu, sedangkan untuk urusan diluar hal tsb dipegang oleh Ayah?
3. Apakah diperkenankan adanya pergantian nahkoda, jika di rasa nahkoda yang ada kurang maksimal?
Apakah hal ini pernah terjadi dalam keluarga Bapak? Bisakah diberikan contoh kasusnya?
▪︎ Jawaban:
Bunda Muji,
1. Perbanyaklah ngobrol sehingga ada kata KITA, bukan pemikiranMU dan pemikiranKU. ngobrollah di saat suasana sama-sama nyaman
2.Apakah ada yang melarang? Selama berbagi peran itu sudah disepakati bersama, jalankan.
3.Tidak ada larangan untuk itu, yang penting diobrolkan. Daripada kapal karam? Sudah tidak ada yang bisa diobrolkan lagi.
Pertanyaan 10:
*Ilya (nama samaran), Bekasi*
Bagaimana caranya menumbuhkan rasa respect kita kpd suami? Mungkin krn suami tipe yg sangat baik dan lembut jd istri kurang respect. Tp jika suami agak tegas dan menasehati, si istri malah seringnya tersinggung dan ngambek. Karakter si istri memang agak tempramen krn didikan dr keluarganya. Si istri ini ingin berubah, tp sulit sekali rasanya karna memang sudah terbangun dr kecil.
▪︎ Jawaban:
Bunda Ilya (nama samaran) saya saja kalau punya tipe istri yang seperti ini, otomatis juga tidak respect. Itu akibat istri juga tidak respect.
For things to change, I must change first.
Maka berubahlah dulu, maka suami anda pasti akan berubah.
Sesuatu menjadi rumit itu, karena kita sudah tahu jawabannya, tapi kita tidak mau melakukannya.
Pertanyaan 11:
*Ummu Maryam, Tangerang*
Bagaimana saat nahkoda itu tidak memiliki kewibawaan (tidak bertanggung jawab menafkahi, mendidik anak, istri, tidak memiliki visi misi dlm keluarga) apakah kt sbg istri bs menerima? Seakan sbg istri lebih baik memilih untuk bercerai. Krn merasa ada nya dia dengan tidak adanya sama saja
▪︎ Jawaban:
Ummu Maryam, saya tidak tahu jawabannya, karena andalah yang paling tahu. anda berhak bahagia, itu saja.
Pertanyaan tambahan:
*Wida, Semarang*
Bagaimana jika nahkoda berpaling dan pada akhirnya kita tahu?
Meskipun sudah minta maaf, tetap ya wanita membawa perasaannya. Apalagi jika istri dinrumah saja (irt), sungguh berat.
Bagaimana cara melaluinya?
(Pertanyaan ini juga mewakili banyaknya teman yg tidak mengetahui bahwa nahkoda berpaling).
▪︎ Jawaban:
Bunda Wida,
Fokus pada masa lalu tidak pernah membuat anda bahagia, maka fokus ke masa depan. Selama suami sudah mengakui kesalahannya dan belajar dari kesalahan untuk tidak mengylang lagi.Belajarlah untuk menerima.
It's OK to make mistakes, as long as I learn from my mistakes.
Kemudian tingkatkan rasa percaya diri anda sebagai ibu keren yang bekerja di ranah domestik. Sampai tidak ada rasa "takut" ketika nahkoda berpaling. Anda punya bargaining power yang tinggi.
*Zahra, Bekasi*
Gmn caranya spy suami paham istri bantu bekerja? Ya maunya saling bantu. Bantu urusan domestik jg, tp kalau curhat ke suami khawatir disuru berhenti kerja, pdhal blm bisa tanpa dibantu aku bekerja dan sjujurnya aku gmw dianggap membebankan suami krn tidak bisa menghasilkan. Yg akhirnya seperti ibu2 kebanyakan jd nya istri di rumah ya disepelekan suami..
▪︎ Jawaban:
Bunda selama ini suami tidak mau terlibat itu karena kebanyakan istri ingin berbagi beban, bukan berbagi kebahagiaan.
Perbanyak waktu anda dengan aktivitas yang membuat amda bahagia dan produktif, setelah itu berbagilah kebahagiaan dengan suami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar