Outline Notulensi
1. Informasi Pendahuluan
2. Profil Nara Sumber
3. Materi Pengantar
4. Pembukaan Kulwhap dan Pengantar dari Nara Sumber
5. Pertanyaan dan Jawaban
6. Penutup dan Pesan dari Nara Sumber
1. Informasi Pendahuluan
Tema : Menulis Sebagai Terapi Jiwa
Hari/ Tanggal : Jum’at/ 17 Agustus 2018
Waktu : 19.00 - 22.00 WIB
MC : Destyka Putri (Belanda)
Moderator : Wenda Swords (USA)
Moderator Relayer :
1. Permai Sari Molyana Yusuf (Jerman)
2. Yuanita Mulyastuti (UK)
Notulen : Ajeng Pratiwi (Jerman)
2. Profil Nara Sumber
3. Materi Pengantar
Writing for Healing
Ketika kita membaca karya orang lain, kita mencoba memahami bagaimana cara orang berpikir. Ketika kita menulis karya kita sendiri, kita mencoba mengungkapkan pada orang lain, apa yang ada di pikiran kita. Saat membaca dan menulis menjadi aktivitas istimewa bagi manusia, maka sesungguhnya ia tengah tumbuh berkembang. Bukankah Iqra dan Nun adalah menjadi salah satu sumpahNya di dalam kitab suci? Berarti aktivitas membaca dan menulis, menjadi tahapan penting dalam penciptaan alam semesta, bahkan dalam pemeliharaan seluruh ciptaanNya. Termasuk pemeliharaan jati diri manusia.
Mengapa manusia menulis?
1. Untuk membuktikan : hei, aku di sini ( I am here)
2. Untuk menunjukkan : aku ada ( I am exist)
Memangnya, menulis menjadi aktivitas yang sangat penting?
Mau tidak mau, menulis menjadi aktivitas yang membebaskan manusia dalam kurun waktu 10~20 tahun terakhir ini. Kalau kita tidak percaya, tengoklah media sosial. Dengan adanya facebook, twitter, instagram dan beragam penyedia layanan blog gratis seperti blogspot dan wordpress ; maka orang bebas berkicau. Barulah dunia tahu –kita semua tahu- betapa banyaknya manusia yang ingin bicara. Betapa banyaknya manusia yang ingin didengar. Betapa banyaknya manusia yang ingin dihargai.
“Penyakit terparah dewasa ini, adalah penyakit yang timbul akibat merasa tidak dicintai,” demikian kata Queen of People’s Heart, Lady Diana. Merasa tidak dicintai, tidak didengarkan, tidak dianggap ada; menimbulkan perasaan tertekan
bahkan hilang jati diri kemanusiaan. Akibatnya manusia merasa menjadi robot, merasa menjadi bukan dirinya sendiri. Atau dipaksa menjadi orang lain.
Betapa banyak manusia yang saat ini terpapar penyakit psikologis : stress, anxiety, depresi. Belum lagi hantaman trauma pengalaman yang pahit, atau pengalaman yang sangat tidak menyenangkan: dibully di masa sekolah, cyber bullying, tidak cocok dengan pasangan, permasalahan ekonomi dan karier, dst. Ingin bercerita bahkan berteriak, tetapi tak berani. Bukannya tak ingin mencurahkan segala rasa; tapi ada pertimbangan yang menghalangi. Kalau cerita tentang pasangan, apa kata orang saat mengumbar aib suami? Kalau cerita tentang masalah ekonomi, bagaimana jika malah disalahkan: kamu gak becus ngatur duit! Padahal, segala tekanan emosional harus disalurkan. Salah satu cara penyaluran adalah dengan writing therapy.
Apa yang harus dituliskan untuk mengurangi (atau bila berhasil) dan menyembuhkan segala gangguan psikologis?
Peralatan :
1. Alat tulis, pensil atau pulpen. Lebih bagus spidol warna warni
2. Buku diary, lebih bagus yang terunci. Tapi yang terkunci kadangkala menumbuhkan rasa kepo orang lain sehingga malah bisa dibongkar.
3. Bila ingin di media maya, tulis di blog tetapi dikunci/ private. Yang dituliskan :
1. Segala hal tentang aku
2. Segala hal yang terjadi selama 3 bulan terakhir
3. Bila telah mencapai stamina yang cukup kuat, bisa mulai menuliskan hal yang dibenci.
Misal : benci pada atasan bernama Lord Voldemort. Saat kebencian benar-benar berurat berakar, kadang sulit untuk menuliskan nama Lord Voldemort. Maka tuliskan inisial LV. Atau si blackie. Atau si kurang ajar. Intinya: inisial. Lalu ketika kekuatan mulai tumbuh, mulai sebutkan namanya.
Catatan :
© Ketika menuliskan segala yang berbau negatif, jangan disebar di media sosial. Respon dari orang di luar kita bisa menguatkan, bisa melemahkan. Nanti, kita justru semakin terpuruk dan retak.
© Boleh disebar ketika dituangkan dalam bentuk tulisan yang lebih tersembunyi seperti puisi, feature, cerpen. Atau tulisan bebas lainnya yang tidak mengandung hate speech dan memojokkan seseorang. Dikhawatirkan kita akan mendapatkan delik pencemaran nama baik.
4. Pembukaan Kulwhap dan Pengantar dari Nara Sumber
Pembukaan oleh MC :
Menulis membebaskan belenggu pikiran kita, benarkah demikian?
Anne Frank pernah berujar, “I can shake off everything as I write, my sorrows disappear, my courage is reborn,”.
Bahkan Buffy Andrews menyatakan, “Writing is a mental massage that soothes our soul in ways nothing else ever could”.
Penyair nasional Toto st Radik malah punya jargon tersendiri, “Simpan golokmu asah penamu, sekarang jamannya otak bukan otot”. Sedangkan novelist kawakan penulis novel Balada si Roy juga sering mengutarakan jika menulis adalah membaca dua kali.
Lalu bagaimana jika menulis dilihat dari ilmu psikologi? Akankah menulis bisa menjadi sebuah metode terapi jiwa? Mari simak pembahasan menariknya beberapa saat lagi bersama Psikolog, Sinta Yudisia Wisudanti, MPsi. Dalam diskusi Kulwap IP Non Asia.
Sebelum kita mulai mari bersama-sama kita buka kulwap kita kali ini dengan membaca basmalah agar kegiatan kita ini senantiasa di berkahi dan dirahmati Allah. Swt. Amin.
Pengantar dari Nara Sumber :
Assalamualaikum wr wb. Selamat malam. Perkenalkan, nama saya Sinta Yudisia. Banyak teman dan guru saya yang luar biasa di sini, tapi kali ini saya kebagian kultumnya. Saya istri dan ibu 4 anak. Asli Yogya - Lombok. Domisili Surabaya. Pernah kuliah di STAN, kakak kelas Gayus Tambunan kalau masih ingat. Tapi akhirnya nggak jadi auditor. Malah jadi penulis dan psikolog, alhamdulillah.
Ada yang perlu saya tambahkan untuk Writing Therapy atau Writing for Healing :
1. Kadang, terapi menulis tidak bisa menjadi satu-satunya terapi dalam kasus psikologis. WT (Writing Therapy) harus diikuti terapi lain seperti terapi kerja, terapi perilaku, transpersonal dan seterusnya. Misal, orang yang mengalami kasus psikologis akibat permasalahan ekonomi. Ia juga harus membarengi dengan terapi kerja agar simpul permasalahan terurai semua.
2. WT adalah salah satu cabang dari Art Therapy. Bila orang tidak cocok dengan WT, ia bisa melakukan terapi menggambar, terapi drama, terapi mewarnai dll.
3. Semua terapi termasuk WT akan tidak bermanfaat bila pelakunya tidak konsisten melakukannya. Diharapkan, seseorang akan menjalani sebuah proses terapi hingga kondisi psikologisnya stabil.
5. Pertanyaan dan Jawaban
1. Desty Eka Putri, Belanda
Salam Mba Sinta,
a. Untuk orang-orang introvert apakah metode menulis untuk tetapi ini lebih disarankan
ketimbang orang-orang extrovert?
b. Pertanyaan lain, untuk kasus depresi berat misalnya, apakah selama masa therapy harus
ada mentor yang membimbingnya selama prose menulis, untuk kemudian dibaca oleh
mentor/terapisnya. Terimakasih.
Jawab :
a. Betul. WT cocok untuk orang introvert, walau bisa dilakukan untuk orang dengan berbagai jenis tipe kepribadian.
b. Dalam kasus depresi berat, memang harus didampingi mentor. Sebab ada beberapa ‘luka’ yang harus dibuka dan kemungkinan orang akan menjadi resisten atau histeria.
2. Anindita, Swiss
a. Dari paparan mba, ttg menyalurkan perasaan/emosi terutama yg negatif lewat menulis,
rasanya bermanfaat sekali untuk menyehatkan jiwa. Misalnya pingin sekali
menuliskannya tp rutinitas tdk memungkinkan krn padat sekali adakah cara lain untuk
menuliskan isi hati kita?
b. Seberapa efektif menulis berguna utk menyehatkan jiwa?
Terima kasih mb utk waktu dan ilmu yg telah dibagikan semoga mnjd amal jariyah.
Jawab :
a. Bisa dengan voice note dulu, baru dituliskan jika sudah ada waktu. Atau diiringi dengan menggambar semacam komik, yang nanti akan dideskripsikan lebih jelas ketika ada waktu.
b. WT insyaallah efektif untuk menghilangkan stres, kecemasan, depresi. Bahkan kasus traumatik. Meski kadar waktu bagi masing-masing orang berbeda. Ada yang merasa membaik 3-6 bulan, ada yang bertahun-tahun baru membaik. Aamiin yaa Robbal ‘alamin. Terima kasih doanya.
3. Suci Rimadheni, Finlandia
Menulis itu untuk menunjukan ke-eksisan si penulis, tapi kalau menulis tapi di private
alias ga ada yg bisa baca, jadi gak eksis ya.. Bisakah menulis kisah fiktif tapi sebenarnya ada
nyatanya dari kisah penulis? Yang mana emosi tetap tersalurkan tapi bias, seolah kisah fiktif ʝ
Jawab :
Wah, banyak kisah fiktif yang berasal dari pengalaman pribadi, lho! Justru, kisah fiksi bisa jadi ‘pelindung’ dari identitas asli orang-orang yang terlibat di dalamnya. Misal, kasusnya sebetulnya terjadi di Surabaya. Tapi dipindahkan ke Oslo, Finland. Kasus aslinya terjadi pada keluarga dengan 2 anak, bisa disamarkan menjadi 3 anak. Inti dari kisah tersebut ingin disampaikan, tentang getirnya keluarga pasca perceraian. Penulisnya nggak ingin menyinggung siapapun dan nggak ingin kena delik UU ITE (hehehe) maka dibuatkan fiksi. Kalau nanti ada orang menggugat : kok kamu menulis ceritaku? Katakan, “Nama dan tempat adalah fiktif. Kesamaan kejadian, nama, tempat adalah kebetulan.”
4. Lia, Tangerang
a. Apakah hate speech yang kita tuliskan di media tertutup atau terkunci itu beneran terbukti menyembuhkan luka? Bukannya malah akan memunculkan kembali sakit diluka itu ketika sesekali kita membaca ulang?
b. Pernahkah ada penelitian seberapa besar keberhasilan cara itu dalam menyembuhkan kejiwaan?
c. Apakah memang dengan menuliskan hate speech di media tertutup itu benar benar bisa membuat kita lebih tenang saat bertemu dengan objek hate speech itu?
Jawab :
WT bukan satu-satunya terapi, dalam beberapa kasus psikologis. Apalagi bila menyangkut kasus interpersonal. Misal kasus suami istri. WT untuk meringankan derita. Tetapi suami istri harus menjalani family therapy agar permasalahan selesai semua. WT bisa menjadi penyembuh agar ketika family therapy berjalan, pihak-pihak yang terluka tidak menyerang satu sama lain dengan gencar sehingga justru kestabilan rumah tangga tidak tercapai. Ini misalnya.
Trauma, phobia dan sejenisnya; justru harus disembuhkan agar orang tidak ‘memindahkan’ luka itu pada orang dan peristiwa sejenis. Misal, anak yang punya ayah abusive. Kalau trauma itu tidak disembuhkan, maka anak akan menganggap semua laki-laki abusive. Apalagi jika anak perempuan, bisa-bisa ia nggak mau nikah.
Punya sasaran hate speech?
1. WT
2. Kursi kosong
3. Berlatih aversif
4. Selesaikan masalah
Apakah WT menyembuhkan?
Sebagian besar klien saya dengan tingkat trauma parah, bisa distabilkan dengan WT.
5. Lisfah, Jakarta
1. Mengapa disarankan utk menggunakan spidol berwarna Mbak Sinta?
2. Di sana dituliskan tentang menuliskan kejadian 3 bulan terakhir, apakah ada alasan tertentu menuliskan kejadian 3 bulan terakhir, Mbak? Bagaimana dengan kejadian yang sudah terjadi lebih dari 3 bulan?
3. Mbak Sinta pernah bilang (di forum lain) kalau writing healing itu utk stress dan di materi hari ini contohnya juga tentang hal2 yang menyedihkan/ menyakitkan, bisakah writing
healing dipakai utk hal positif, misalnya menulis hikmah hari ini sebagai tujuan utk
membuat penulis teringat dari kesedihan dan lebih fokus pada nikmat yang sudah
diterima?
Terima kasih, Mbak Sinta dan Mbak Moderator ʠ
Jawab :
1. Karena nggak semua orang siap dengan WT, spidol warna bisa mengalihkan rasa takut.
Bahkan bisa dipakai buat coret-coret. Kadang, ada yang ingin menuliskan nama seseorang dengan tinta merah.
2. Ya. Kejadian yang harus dicermati memiliki periode tertentu. 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan. Bila 3 bulan terakhir ada gangguan yang sudah sangat parah termasuk insomnia, delusi, halusinasi, mood swing yang bisa sangat berubah; orang harus segera waspada dan kemungkinan perlu obat-obat farmaka.
3. Fokus pertama adalah self acceptance terhadap segala hal; baik hal negatif dan positif ya.
Menerima apapun yang sudah digariskan dan membangun kekuatan diri bahwa kita adalah survival. Orang yang sudah mencapai insight akan menuliskan hal-hal yang membahagiakan dalam hidupnya, selain hal yang menyedihkan.
6. Shabrina Lestari, Tangerang
a. Di poin2 pada apa yang dituliskan, ada 3 poin.. apakah poin-poin tersebut dilakukan secara bertahap?
b. Di poin ke tiga dituliskan "bila stamina sudah cukup kuat" bisa tolong dijelaskan maksudnya bagaimana? Terima kasih.
Jawab :
a. Meski gak selalu harus nomer 1-3 dilakukan berurut, berdasar pengalaman, ini yang biasanya lebih nyaman untuk klien. Setiap orang akan sangat bergairah ketika bercerita tentang “aku” , maka agar orang lebih terbuka mengupas apapun hal hidupnya; sebaiknya dimulai dari “aku”. Siapakah kamu? Apa hobimu? Apa makanan kesukaanmu?
b. Stamina kuat :
Banyak orang nggak bisa langsung ke inti permasalahan. Misal, saya benci Lord Voldemort. Karena LV adalah ayah saya, orang yang menyokong materi hidup saya, orang yang punya peran besar dalam keluarga; nggak bisa rasanya bilang : “aku benciiii LV!!!”
Dan ketika ditanya, “kamu benci LV?”
Bisa jadi resisten : “ah, mana mungkin aku benci ayah sendiri?”
Sebelum stamina kuat biasanya diajak untuk melakukan analogi. Keluarga apa sih yang ideal menurutmu? Sosok ayah seperti apa yang ideal? Sosok laki-laki yang menyenangkan?
“Ayah itu harus bisa cari uang, bisa bantu ibu. Ayah itu bisa ngajari matematika anaknya, bisa antar jemput anaknya.” Kalau untuk sampai kata ‘ayah’ aja masih ada trauma; bisa diganti lelaki.
7. Arhana, Kediri
1. Apakah ada ketentuan yang harus kita gunakan untuk meluapkan emosi negatif dalam bentuk tulisan? Misalnya berapa lama, atau harus ditulis setiap hari dan sebagainya.
2. Apakah ada kriteria tulisan yang disebut sebagai writing therapy? Apakah kebiasaan menulis setiap hari meskipun remeh-temeh juga dapat disebut sebagai healing?
Terimakasih
Jawab :
1. Kalau hanya tekanan berbentuk stress ringan dan sedang, nggak ada ketentuan apapun. “Sebeeel banget hari ini. Lagi sibuk2nya, temanku nggak masuk. Yang satunya cuti umroh. Bossku lagi PLT. Nah yang gantiin jutek banget. Untung, aku punya sohib gokil di sebelah rumah yang selalu ngajak akhir pekan buat prakarya DIY. Do it yourself. Lumayanlah…”
Di atas langsung bicara sebel dan kesel dan menyebutkan orang-orang yang buat kesel.
2. Disebut WT dan mencapai derajat healing bila ada frekuensi positif yang dicapai. Misal, dulu 7x seminggu sangat sensitive dan nangis tiap hari. Dengan WT, berkurang jadi 4x seminggu nangisnya.
8. Silviani, Jakarta Barat
Bagaimana bila setelah menulis kita belum merasa puas atau lega? Karena tulisan tersebut tidak tersampaikan atau tidak diketahui sesuai yang kita harapkan. Misalnya saya menulis surat kecewa kepada pasangan. Tapi hati saya masih tetap gundah, karena pasangan tidak mengetahui apa yang saya rasakan. Sedangkan saya berharap agar pasangan bisa mengetahui apa keluhan saya.
Jawab :
1. WT adalah tahap awal
2. Berikutnya adalah family therapy. Family therapy harus dihadiri suami istri. Bagaimana kalau suami menolak? Itulah pentingnya WT. Istri udah beraaat banget, suaminya masih santai. Tapi memaksa suami? Wah, malah runyam. WT bisa jadi sarana agar istri kuat menjalani hari-hari berat penuh gairah, sembari terus mencari cara agar suami bersedia FT.
9. Itha, Ciledug
1. Mba, dulu waktu saya SD sampai awal SMP saya sering menulis diari. Tapi sepertinya menulis di satu sisi mbuat lebih sensitif sehingga saya putuskan untuk tidak menulis lagi dan saya merasa jd ga baperan. Hehehee.. Apakah ini berkorelasi atau kejadian ini kebetulan saja?
2. Tulisan yang seperti apa yang dapat menyembuhkan jiwa dan ketika dibaca kembali tidak membuat kita terjebak? Misalnya kita kehilangan anak dan terluka, lalu kita tuliskan,
apakah ketika sdh bs "sembuh" kemudian membacanya kembali, kita ga sedih lagi?
Jawab :
1. Tampaknya, jenis kepribadian akan berpengaruh pada WT. secara garis besar ada 5 tipe kepribadian OCEAN : openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, neurotic. Extraversion X introversion, orang introvert cocok WT. tetapi bisa jadi orang-orang tipe C yang sangat rigid malah nggak nyaman. Misal membahas sahabat yang pernah menyakiti hati. Lalu kita jabarkan apa saja kebaikan yang pernah kita lakukan: pernah ngasih tumpangan, kasih contekan, kasih hutangan jumlahnya 5 ribu-10 ribu-100 ribu di tanggal sekian bla-bla-bla. Alhasil malah jadi ingat detil kebaikan dan keburukan yang nggak imbang.
2. Tulisan WT sebetulnya di satu sisi akan membuka luka lama, pada tahap awal-awal terapi. Di akhir sesi diharapkan terjadi pemahaman menyeluruh bahwa kejadian A-Z memiliki makna masing-masing. Bila sudah ‘sembuh’ biasanya tidak lagi ada kesedihan yang mendalam, meski tetap saja menangis. Namun sudah tidak ada denial/ penyangkalan, tidak ada ratapan.
10. Dewi Anggraeni, Bonn
Assalamualaikum mbak Sinta , saya suka menulis , tapi kadang karena satu dan lain hal saat lagi datang keinginan menulis saat lagi harus mengerjakan yang lain. Apakah ada tipsnya supaya bisa tetap menulis dengan baik tapi saat ‘mood’nya sudah lewat. Terima kasih sebelumnya.
Jawab :
Wa’alaykumussalam. Ciptakan mood, kalau kita mau konsisten dengan deadline. Ada orang yang moodnya menyala dengan mendengarkan Quran, ada yang bergairah setelah menonton film drama, ada yang moodnya muncul sembari mendengarkan instrumentalia. Apalagi ibu-ibu IIP yang harus membagi pengalaman hidupnya yang luarbiasa, sebaiknya membuat buku. Dan ini harus ada deadline-nya!
11. Neti, Tangerang
Bun bagaimana caranya agar selalu impression dan spirit dalam menulis?
Jawab :
1. Tetapkan tujuan dan target
2. Breakdown target tersebut menjadi jadwal yang terukur
3. Tulis kata-kata motivasi di dinding kamar
4. Baca buku orang keren. Saya meletakkan buku-buku Buya Hamka di kamar agar selalu mendapatkan spirit menulis dari sosok beliau
12. Anonim
Jika kita punya pengalaman di masa lalu yang cukup membekas dan mempunyai pengaruh sampai sekarang, apakah dengan terapi menulis bisa menjadi salah satu cara untuk healing inner child? Kalo boleh tahu, bagaimana dengan teknisnya ya? Terimakasih sebelumnya.
Jawab :
WT yang dapat dilakukan mandiri biasanya untuk kasus stress ringan dan sedang. Kalau sudah sampai pada tingkat selanjutnya, bahkan sudah punya pengalaman traumatic; sebaiknya memang didampingi terapis. Agar, ketika sampai di titik-titik sensitive; orang masih dapat mengendalikan diri. Tetapi, bila merasa memiliki jenis kepribadian yang kuat, dapat dicoba. Teknisnya seperti yang telah disampaikan di atas :
1. Tulis aku
2. Tulis kejadian 3 bulan terakhir, 6 bulan. Lalu meningkat hingga masa yang sensitive; misal masa di bully ketika SMP
3. Tulis nama dan peristiwa yang menjadi catatan khusus dan terus ungkap apa saja yang muncul dari hati dan benak. Benci? Marah? dll
13. Anonim, Indonesia
Saya termasuk orang yang suka memendam permasalahan, tp saya merasa jika saya terlalu sering memendam masalah saya akan depresi. Saya kesulitan menemukan orang yang tepat untuk menceritakan permasalahan krn takut mereka memberikan judgment, sempat terpikir untuk berbicara dengan psikolog tp sampai saat ini belum dilakukan. Saya juga mencoba untuk menuliskan setiap masalah atau perasaan kedalam sebuah tulisan, tp setiap saya mulai menulis kata2nya sulit keluar, bagaimana caranya supaya kita bisa menuliskan semua perasaan atau masalah kita ke dalam sebuah tulisan?
Jawab :
WT dapat dimulai dengan gambar, bila kesulitan. Gambar orang atau rumah yang mewakili kepedihan kita. Misal gambar aku.
Apakah aku cantik? Tinggi? Putih? Belum tentu. Itu akan menjadi "pintu” untuk menjelaskan peristiwa di masa lalu: andaikan aku dulu cantik, putih dan tinggi tentu tidak mengalami bullying.
14. Fika, Jawa Timur
Saya sebenarnya suka menulis, tapi untuk memulainya kadang kok sulit, seringnya malas. Tapi kalau sudah menulis tangan ini capek sendiri karena ide mengalir terus. Adakah tips utk saya agar semangat menulis? Untuk ibu rumah tangga, bagaimana cara mengatur waktu agar kita bisa produktif menulis?
Jawab :
Kalau capek, bisa dengan voice note dulu, Bunda. Lalu baru diketik ketika waktunya senggang. Untuk menulis memang harus dibuat jadwal khusus dan masing-masing orang berbeda.
* Ada yang suka nulis waktu dhuha
* Ada yang suka nulis waktu subuh
* Ada yang suka nulis habis Isya
* Ada yang suka nulis tengah malam.
Yang penting disiplin dan konsisten setiap hari, atau jadwalkan 3x per pekan @15-30 menit; insyaAllah akan menjadi penulis profesional.
15. Qitbiya Ilhami, Jakarta Timur
1. Apa saja tahapan memulai menulis sebagai terapi jiwa, dari yang dipaparkan jika ada permasalahan dngan orang tertentu, disamarkan dahulu namanya lalu dilugaskan jika sudah berani, apakah sampai tahapan menyampaikan langsung ke org tsb?
2.Perlukah membuat tulisan/ status menyindir/ menegur secara tidak langsung pada objek orang yang dituju sebagai sarana untuk terapi jiwa agar tidak menyimpan dendam. Apakah tidak apa-apa?
Jawab :
1. Ya. Kalau sudah bisa langsung menyebut nama Lord Voldemort, silakan. Kalau nggak bisa bisa orang itu (gak jelas kelamin/usia) , lalu lelaki itu (mulai jelas ), lelaki tua yang jadi bosku (semakin jelas) dan akhirnya LV.
2. Langkah yang sangat bagus adalah orang bisa langsung face to face untuk menyampaikan masalah. Tapi selain tipe kepribadian berbeda-beda, kultur dunia timur membuat kita menjadi orang yang segan, sungkan, nggak enak menyampaikan pendapat. Pernah nonton film India, Jepang dan Korea kan? Inilah Negara yang mirip Indonesia.
3. Perlu dilihat kasusnya. Tidak setiap orang siap ditegur. Kalau mengacu pada Imam Syafi: beri nasehat dalam kondisi hanya berdua. Jangan menyindir atau menegur di depan umum sebab ia akan resisten. Termasuk terhadap anak-anak kita sendiri.
16. Erie Sy, Bekasi
Bagaimana cara untuk membangun kebiasaan menulis agar bisa konsisten?
Jawab :
1. Pilih waktu yang paling menyenangkan. Kalau saya senang menulis di waktu senyap.
2. Buat jadwal menulis setiap hari, setiap pekan; pada jam tertentu.
17. Dita, Jakarta
Kapankah waktu yang terbaik untuk menulis saat merasakan emosi negatif? Apakah segera setelah emosi itu ada atau tunggu emosi itu mereda dulu? Kadang saya merasa kalau menulis kejengkelan terhadap seseorang lalu saya baca lagi, malah jadi teringat kejelekan dia & muncul lagi emosi negatifnya. Lalu bagaimana proses healing yang seharusnya?
Jawab :
Menulis dapat dilakukan kapan saja, saat marah atau bahagia. Yang penting diperhatikan, siapa yang akan membaca? Kalau untuk diri sendiri, semua ada manfaatnya.
Langsung menulis ketika negative: masih teringat perbuatan buruknya? Berarti hati ini masih terluka. Dan harus disembuhkan dengan berbagai cara: istighfar, menilai positif dirinya, berkomunikasi intens.
Langsung menulis ketika kondisi positif: bagus juga. Asal hati dan pikiran benar-benar tidak lagi memiliki beban tersembunyi.
Kalau untuk dibaca orang banyak (facebook misalnya) dengan harapan peristiwa serupa jadi pelajaran buat sesama; harus ditulis dalam kondisi positif. Sebab bila kondisi jiwa negative, akan mempengaruhi kualtias tulisan dan bisa jadi menimbulkan kondisi runyam yang semakin melukai diri sendiri.
18. Meigita Nur Sukma, Bandung
Bagaimana cara kita menjadikan tulisan sebagai sarana terapi, ketika diri tidak bisa mengungkapkan rasa sakit hati yang terpendam lama?
Jawab :
Ada kalanya WT tidak cocok bagi orang yang memang sulit mengungkapkan sesuatu dengan menulis. Tetapi rasa sakit hati yang terpendam lama harus disalurkan. Kalau tidak memungkinkan bertemu terapi, dapat mencurahkan kisah pada seseorang yang dipercaya, atau pakai metode “kursi kosong”.
19. Yovita, Melbourne
Aslm, mbak Sinta. Terima kasih banyak yaa mbak materinya. Senang sekali dengan temanya. Saya mau nanya yaa mbak:
1. Kalau dari sisi psikologi, sebenernya hasil tulisan kita yang penuh emosi, lebih baik disimpan atau segera dihilangkan? Misalnya dibuang atau dibakar. Selama ini saya suka simpan buku diary/catatan saya. Tapi jarang untuk dibaca2 ulang, dan terkadang ada perasaan membuka "luka" lama, hehe.
2. Menurut mbak, terkait dengan menulis sebagai terapi jiwa, apakah menuliskan diary perlu diberi target, seperti setiap hari? Atau pada saat ada luapan emosi saja? Makasih sebelumnya yaa mbak. Sukses selalu buat mbak
Jawab :
1. Untuk kasus ekstrim dan harus diselesaikan cepat, menulis di kertas lalu disobek2 atau dibakar dapat menyalurkan kemarahan. Misal, mahasiswa yang benci setengah mati dengan dosen pembimbingnya karena dianggap menyulitkan skripsi. Nggak mungkin memaki dosen kan? Nggak mungkin juga menunda skripsi. Padahal hati sudah eneg banget. Salah satu cara adalah: tuliskan nama orang yang dibenci, sobek-sobek. Tapi jangan di depan dosen ybs lho…Mungkin di kemudian hari, masih ada kebencian terhadap dosen tsb. Maka dapat dituntaskan dengan WT.
2. Saya pernah menyampaikan di facebook betapa pentingnya menulis diary! Menulis diary sangat penting untuk menyalurkan uneg-uneg, ketika dibaca ulang dapat membuat kita menangis berhari-hari, lalu nulis lagi. Tetapi disamping kebencian, tangisan, ada perenungan yang dijalani. Dan akhirnya tercipta rasa lapang dan tenang. Beda banget kan dengan kita nulis uneg-uneg di media social? Begitu upload, langsung dapat feed back, entah +/-. Hasilnya, kita semakin merasa ada supporter atau malah dapat pembully.
20. Affina, Bekasi
1. Saat kita punya masalah dengan orang lain yang belum terselesaikan, kita bisa menuliskan perasaan terhadap orang tsb untuk meluapkan emosi. Apakah writing therapy juga bisa membantu menyelesaikan masalah kita di dunia nyata terhadap orang tsb?
2. Sebagai bentuk terapi, perlukah menulis ini dilakukan rutin? Atau tidak masalah dilakukan hanya saat beban pikiran perlu dituangkan?
Jawab :
1. WT lebih ke arah self-healing. Artinya menyembuhkan diri sendiri. Kalau diri sendiri sudah stabil, diharapkan mampu ‘menarik’ orang di luar dirinya untuk juga memperbaiki diri. Di dunia nyata harus dilakukan tahapan lanjut bila bermasalah dengan orang. Kalau dengan keluarga berarti family therapy, kalau dengan rekan kerja/ atasan bisa dengan terapi perilaku untuk membentuk keberanian sedikit demi sedikit.
2. Kalau hanya menghilangkan stress, bisa dilakukan kapanpun. Saat pikiran senang atau sedih. Tetapi jika memang harus dilakukan untuk menyembuhkan sebuah ‘luka’ perlu konsisten.
21. Nining Suherni, Karawang
Apabila sudah sampai pada tahap menuliskan semua hal yang negatif tersebut, tindak lanjut pada tulisan tsb bagaimana ? Terima kasih
Jawab :
Bila sudah sampai tahap insight atau menyadari seluruh bagian secara utuh; katarsis (pengosongan emosi) sudah benar-benar dilepaskan; biasanya akan tercipta situasi release atau lapang. Simpan tulisan tersebut baik-baik. Bila jiwa sudah stabil, maka tulisan tsb dapat menjadi memori untuk diambil hikmahnya.Tetapi adakalanya, gangguan psikologis itu relapse atau berulang kembali. Jika menemui peristiwa atau orang yang sama. Maka tulisan terdahulu dapat menjadi acuan bagaimana kita mampu melwatkan hari-hari dengan berani.
22. Riefki Amalia, Cirebon
Assalamualaikum mbak Sinta Ada beberapa pertanyaan yg mengganjal selama ini mbak terkait dgn "menulis" :
1. Apakah seseorang yang kerap mengumbar masalah pribadinya di sosial media itu bisa dikaterigorikan terjangkit "penyakit psikologi"?
2. Apakah menulis "sindiran" yang tertuju pada orang lain di media sosial disarankan jika memang si penulis ini tidak mempunyai nyali untuk menyelesaikan masalahnya secara langsung.
3. Adakah tipsnya untuk bisa menjadikan tulisan sebagai terapi jiwa yang sedang penuh dgn hal-hal yang negatif (kekesalan, kebencian, kemarahan dll)
Terimakasih atas pencerahannya mbak.
Jawab :
1. Ya, memang demikian adanya. Kalau kita lihat betapa banyaknya pejabat, artis, pengusaha dll mengumbar permasalahan hidup di media social. Mencaci maki lawan. Atau mengungkap kepedihan diri. Sebetulnya, di satu sisi itu bisa menjadi pelepasan / katarsis yang bagus; bila nggak ada orang yang menanggapi negatif. Tetapi saat orang menanggapi jelek, jadilah berlipat-lipat kepedihan itu.
2. Betul. Kalau kita berkaca pada negarawan Indonesia, ajang baku hantam diselesaikan tatap muka. Saling serang, adu argument. Tetapi ditujukan bagi kemaslahatan masyarakat. Di belakang tidak ada gosip atau rumor; meski tentu tetap saja ada namun tidak tergeneralisir demikian. Tampaknya, kita sekarang menjadi sosok yang kurang mawas diri dan tidak memiliki keberanian untuk berterus terang. Adab dan akhlaq berinteraksi dengan sesama manusia pun sudah nggak penting lagi.
3. Semua tulisan WT yang akan dikonsumsi umum harus disertai dengan kesimpulan di akhir: puisi, cerpen, novel. Misal novel, 3 bab terakhir harus menuju ke arah penyelesaian positif agar pembaca nggak merasa justru diajari melakukan hal buruk. Tulisan untuk dikonsumsi pribadi pun harus diakhiri dengan kata-kata positif agar menjadi penyembuh: "Dia orang paling menyebalkan. Ngata-ngatain aku di depan umum.Tapi aku yakin dan berdoa, Ya Allaaaaah….moga-moga kamu dapat balasan!" , Tetap ada energi positif bahwa diri kita mendapatkan support dari Tuhan.
23. Lia, Jeddah
1. Jika kegiatan menulis sebagai terapi, apakah disarankan menulis fokus pada masalah (seperti saat masalah ada, membahas masalah) atau kita disarankan menulis teragenda meski tidak selalu membahas masalah tersebut?
2. Apakah disarankan membaca kembali tulisan yang sudah dibuat? Karena terkadang membaca luapan energi negatif juga kembali menyerap energi negatif. Atau dalam kegiatan menulis sebagai terapi ada sistem yang disarankan untuk penulis supaya bisa jadi langkah evaluasi atau assessment.
Jawab :
1. Sebetulnya, preventif jauh lebih baik dari kuratif. Ada masa-masa berat dalam hidup seseorang spt masa sekolah, masa kuliah, masa kerja/ berkarir, masa menikah, masa menjadi ibu. Diary adalah media yang cocok utk WT. meski nggak stress, tetaplah menulis sbg catatan pribadi. Rutin misal 1x 1 pekan. Dengan demikian, emosi sudah sebagian tersalur, nggak numpuk2. Barulah ketika ada masalah cukup berat, misal nggak siap hamil anak ke-2; kita fokus pada masalah tsb.
2. Selain kalimat negatif, tuliskan juga harapan. Ini hari ke-10 aku menulis. Kuharapkan di hari ke-20 nanti aku kembali menjadi diriku yang ceria, yang sehat dan lucu seperti dulu. Ada suatu pesan positif bahwa di hari 1-10 catatan berisi segala luapan emosi negative tetapi beriring sebuah harapan ingin menjadi diri sendiri yang penuh potensi dan penuh energi.Tulisan negatif tsb sebetulnya boleh dibuang, namun tak apa disimpan untuk ditelaah kembali. Misal terjadi hal yg sama di kemudian hari. Atau buku tsb akan diwariskan kpd anak-anak sbg bahan pelajaran bagi mereka. Ibu saya, menyimpan buku hariannya saat dulu menghadapi masa sulit bersama ayah, dan ada beberapa poin yang menjadi pelajaran berharga bagi saya.
6. Penutup dan Pesan dari Nara Sumber
Alhamdulillah, kita dipertemukan Allah Swt dlm majelis yg luarbiasa ini. Tafsir QS Yusuf salah satunya menyebutkan, orang-orang yg kita temui ternyata bukan kejadian kebetulan. Tetapi sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah Swt utk membentuk satu konstelasi bermakna di alam semesta.Moga2 kita tetap bisa saling terhubung, saling bekerja sama, saling mendoakan ya, kakak2 dan bunda cantik shalihah. Saya pamit. Mohon maaf jika ada khilaf.
Wassalamu 'alaykum wrwb.
Sinta Yudisia
Penutup dari MC Saya Destyka Putri selaku MC dan Moderator 2 mohon undur diri. Saya kembali terbang ke Belanda ya, kawan-kawan bunda hebat. Kita tutup dengan membaca lafadz hamdalah, alhamdulillahirobbil alamin ˒ Terimakasih banyak atas partisipasinya. Tetap menulis, menulis, dan menulis....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar